Sudah pernah dengar ChatGPT? Kalau rajin tiktokan, konon topik ini beberapa kali mondar mandir di FYP. Chatbot Artificial Intelligence ini luar biasa karena bisa memberikan pemaparan yang kompleks tentang berbagai topik. Bahkan bisa menyusun esai juga. Maka dari itu rame juga karena mempermudah tugas kuliah yang berisikan soal 'sebut dan jelaskan'.
Enak wis, ibaratnya kita punya ghost writer yang bisa kita suruh nulis apa aja tanpa dibayar. wkakakakaka
Namunnn, benarkah ChatGPT sepowerful itu? Karena penasaran, beberapa hari ini saya ngulik ChatGPT. Seperti yang sudah diulas di banyak tempat, ChatGPT ngeri hasilnya. Saya mencoba menyusun esai beberapa puluh ribu kata dan hasilnya dari sisi substansi lumayan oke. Oke artinya dia bisa membantu menyediakan contoh kasus yang akurat dan beberapa pemaparan yang mirip textbook. Esai itu saya cek Turnitin similaritynya 0%! artinya bisa bebas plagiasi.
Namun ternyata keunggulan si AI ya cuma segitu. Saya coba abuse dengan beberapa tugas lebih lanjut dan saya menemukan kelemahan yang membuat AI ini jauh sekali dari kata sempurna dan tidak saya rekomendasikan untuk menyusun artikel yang bukan artikel tutorial berbasis common sense.
Kelemahan pertama: Bahasanya sangat kaku. Struktur pemaparan sangat redundan dan kalau jawaban-jawaban itu kita susun jadi sebuah esai utuh akan sangat kentara bahwa yang menulis bukan manusia.
Kelemahan kedua: ChatGPT cuma bisa menyajikan data yang dilatih sampai dengan 2021. Selain itu dia ga bisa menyediakan data lain. Artinya kalau dia kita suruh menjelaskan fenomena yang baru saja terjadi dia akan angkat tangan (lihat gambar)
Kelemahan ketiga: ChatGPT cuma bisa menjawab dengan pendekatan akal sehat. Secara logika benar tapi secara keilmuan belum tentu betul. Beberapa istilah juga bergeser dari istilah yang biasa dipakai.
Kelemahan keempat: ChatGPT nggak bisa bikin berita baru. Profesi Jurnalis masih aman!
Kelemahan kelima: Ai ini tidak bisa menganalisis fenomena spesifik. Misal menganalisis pemberitaan tentang Pilpres 2019. jadi buat para dosen, silakan buat soal analisis karena sudah pasti ga bisa dikerjakan pakai ChatGPT




Kelemahan keenam: AI ini enggak secanggih Google. Saya coba tanya asal muasal teori Gatekeping dalam kajian jurnalistik dan dia kekeuh ngotot yang bikin teorinya Marvin Harris. Padahal sepengetahuan saya Marvin Harris enggak pernah disebut dalam kajian jurnalisme dan teori Gatekeeping terinspirasi dari karya Kurt Lewin



Kelemahan ketujuh: ini yang paling fatal. Dia bisa menyarankan rujukan yang fiktif. (cek foto). Saya minta dia carikan rujukan tentang FOMO dan dia menyarankan artikel berjudul "The Role of Fear of Missing Out in Social Media Usage" karya Ning Wang dan Yingying Chen di Journal of Business Research Vol 69 (12) tahun 2016. AI ini juga menyebutkan tulisan Chen dan Wang ada di halaman 5978-5984.

Coba deh cari di link ini, ada nggak judul itu https://www.sciencedirect.com/.../journal.../vol/69/issue/12
jadi kesimpulannya, ya ChatGPT oke, tapi cuma sebatas membuat konstruksi dasar dan cari info umum saja. Selain itu, Google masih jauh lebih akurat. Bagaimana dengan beberapa tahun ke depan? nah, kalau itu saya enggak tahu. Mungkin dia akan berkembang. Saat AI ini makin canggih, ya mari kita embrace modernity~
Oia yang mau nyoba ChatGPT bisa kemari chat.openai.com